ARTI
DAN KANDUNGAN AL-QUR’AN DAN HADITS TENTANG SYUKUR
A. Pendahuluan
Allah lah
yang telah mengkaruniakan kepada kita seluruh kenikmatan yang kita rasakan di
dunia ini. Allah memberikan kepada kita rizki, dengannya kita dapat makan dan
minum. Allah mengaruniakan kepada kita pakaian, dengannya kita dapat menutup
aurat dan berhias. Allah menganugerahkan kepada kita tempat tinggal, di
dalamnya kita dapat beristirahat dengan nyaman. Allah memberikan kepada kita
kendaraan, dengannya kita dapat bepergian. Allah juga mengkaruniakan kepada
kita jasad yang sehat, dengannya kita dapat beraktivitas. Allah juga
menempatkan kita di negeri yang aman, damai dan sentosa.
Semuanya itu
adalah kenikmatan yang Allah karuniakan untuk kita. Tidak ada satu pun, dan
sekecil apapun nikmat melainkan itu datang dari Allah. Dan yang lebih berharga
dari itu semua, Allah pula yang mengaruniakan kepada kita nikmat iman dan
islam, nikmat hidayah dan akidah.
Karena
dibalik itu semua, ternyata nikmat juga merupakan ujian bagi kita manusia, apakah
kita akan menjadi hamba-Nya yang bersyukur ataukah menjadi orang yang kufur. Seperti
yang diucapkan oleh Nabi Sulaiman a.s tatkala mendapatkan nikmat, beliau
mengatakan:
“Ini termasuk karunia dari Rabb-ku untuk
mengujiku, apakah aku bersyukur ataukah mengingkari (nikmat-Nya). Dan
barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan)
dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Rabb-ku Maha
Kaya lagi Maha Mulia.” (QS. An-Naml: 40).
Oleh karena
itu, hendaknya kita bersyukur kepada-Nya dan jangan kufur. Hendaknya kita
senantiasa ingat dan jangan lupa. Hendaknya kita selalu taat dan jangan
bermaksiat kepada-Nya. Untuk itulah dalam kesempatan kali ini
kita akan membahas tentang apa itu syukur, bagaimana melakukannya, kepada siapa
kita harus bersyukur, serta apa manfaatnya bagi kita.
B. Pembahasan
1.
Hakikat Syukur
Kata “syukur” adalah kata yang berasal dari bahasa
Arab. Dalam Al-Quran
kata “syukur” dengan
berbagai bentuknya
ditemukan
sebanyak enam puluh empat kali. Ar-Raghib Al-Isfahani salah seorang
yang dikenal sebagai pakar bahasa
Al-Quran menulis dalam Al-Mufradat fi Gharib Al-Quran, bahwa kata
“syukur” mengandung arti “gambaran dalam
benak tentang nikmat dan menampakkannya ke
permukaan”[1].
Kata ini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
sebagai: (1) rasa terima kasih kepada Allah, dan
(2) untunglah (menyatakan
lega,
senang, dan sebagainya)[2].
Menurut Dr. M. Quraish Shihab kata syukur ini berasal
dari kata “syakara” yang berarti “membuka”, sehingga ia merupakan
lawan dari kata “kafara” (kufur) yang berarti menutup atau melupakan nikmat yang
diberikan oleh Allah swt[3].
Menurut Sudirman Tebba Syukur berarti berterima kasih
kepada Allah atas nikmat yang telah dilimpahkan kepada manusia. Dan pada
hakikatnya syukur adalah pengakuan terhadap nikmat Allah dengan hati dan
tindakan[4].
Menurut Fachruddin HS dan Irfan Fachruddin syukur
artinya membalas jasa, menghargai pemberian, serta menggunakan pemberian itu
menurut sewajarnya dan dengan cara yang sebaik-baiknya[5].
Sedangkan menurut Ahmad Mudjib Mahalli syukur merupakan bagian dari pengakuan
terhadap kebaikan dan pemberian yang
kita terima dari sisi-Nya sebagai Tuhan pencipta segala makhluk dan alam
semesta[6].
Selain sebagai ungkapan terima kasih, mengingat Allah
juga merupakan salah satu bentuk syukur kepada-Nya. Hal ini sesuai dengan salah
satu hadits qudsi yang berbunyi[7]:
قَا اللهُ تَعَالىَ : يَاابْنَ اَدَمَ, اِنَّكَ
مَاذَكَرْتَنِى شَكَرْتَنِى, وَاِذَامَانَسِيْتَنِى كَفَرْتَنِى (رواه
الطبرانى عن ابى هريرة)
“Allah
berfirman dalam hadits qudsi-Nya: “wahai anak Adam, bahwa selama engkau
mengingat Aku, berarti engkau mensyukuri Aku, dan apabila engkau melupakan Aku,
berarti engkau telah mendurhakai Aku!”. (H.R Thabrani)
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
syukur (bersyukur) berarti ungkapan rasa terima kasih kepada Allah swt. dengan
membuka atau mengakui bahwa nikmat tersebut berasal dari-Nya. Serta
direalisasikan dalam perbuatan dengan meningkatkan ketaatan kepada Allah,
menggunakan nikmat tersebut sesuai fungsinya, dan berusaha menahan diri dari
larangan-Nya.
2.
Bagaimana Cara Bersyukur
Syukur tidak hanya dengan
mengucapkan pujian bagi Allah (mengatakan Alhamdulillah), akan tetapi
syukur adalah dengan hati, lidah, dan perbuatan. Sebagaimana yang dikatakan
oleh Ibnu Qudamah r.a bahwa, “syukur (yang sebenarnya) adalah dengan
menggunakan hati, lisan (lidah), dan dengan perbuatan anggota badan”[8].
a.
Bersyukur
Dengan Hati
Bersyukur dengan hati dilakukan dengan cara al-I’tiraf
atau senantiasa menyadari, mengakui, mengingat dan menghadirkan dalam hati
bahwa setiap nikmat yang kita rasakan tersebut dari Allah, dan bukan dari siapa
pun. Allah lah, dengan kasih sayang-Nya, keutamaan dan kebaikan-Nya yang telah
memberikannya kepada kita. Ingatlah, kapan pun saat hati kita merasakan hal
itu, berarti hati kita sedang bersyukur kepada Allah.
b.
Bersyukur
Dengan Lidah
Bersyukur dengan lidah dapat dilakukan dengan at-Tahadduts,
yang berarti menyampaikan atau menyebut-nyebut nikmat tersebut, memuji Allah (dengan
mengucapkan Alhamdulillah), serta menisbatkan nikmat itu kepada Allah.
Bukan malah merasa sombong dan berbangga diri dengan kenikmatan itu seolah
semua itu hanyalah hasil jerih payah kita. Seperti dijelaskan dalam firman
Allah dalam surat adh-Dhuha ayat 11 berikut:
وَ اَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّث
“dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah
kamu siarkan”.
c.
Bersyukur
dengan Perbuatan Anggota Badan
Bersyukur dengan perbuatatan anggota
badan adalah
syukur yang paling penting. Ia dilakukan dengan cara menggunakan semua nikmat
tersebut dalam rangka membantu kita di dalam mentaati Allah (ath-Tha’ah).
Kita pakai semua nikmat itu di jalan yang diridhoi oleh pemiliknya. Serta menahan
diri agar jangan menggunakan kenikmatan itu untuk bermaksiat kepada-Nya.
Selain itu, Imam Ghazali menegaskan bersyukur kepada
Allah swt atas nikmat yang telah diberikan dengan anggota tubuh meliputi tujuh
anggota yang penting berikut[9]:
1.
Mata, mensyukuri nikmat adanya mata
dengan tidak menggunakannya untuk melihat hal-hal yang maksiat.
2.
Telinga, digunakan hanya utnuk
mendengarkan hal-hal yang baik yang boleh didengar.
3.
Lidah, mensyukurinya dengan banyak
mengucap zikir, puji-pujian kepada Allah swt., dan mengungkapkan nikmat-nikmat
yang telah diberikan Allah sebagaimana firman-Nya dalam surat ad-Dhuha di atas.
4.
Tangan, digunakan untuk melakukan
kebaikan, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, dan tidak
menggunakannya utnuk hal-hal yang haram.
5.
Perut, dipakai hanya untuk memakan
makanan yang halal dan baik serta tidak berlebih-lebihan (mubadzir).
6.
Kemaluan (seksual), untuki
dipergunakan di jalan yang diridhai Allah (hanya bagi suami istri) dan disertai
dengan niat memelihara diri dari perbuatan haram.
7.
Kaki, digunakan untuk berjalan ke
tempat-tempat yang baik, seperti pergi ke masjid, berhaji ke baitullah, mencari
rezeki yang halal, dan menolong sesama umat manusia.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa bersyukur itu
tidak hanya dengan memuji Allah (dengan mengucapkan lafaz “Alhamdulillah”)
saja, akan tetapi bersyukur juga dilakukan dengan cara mengakuinya dalam hati
bahwa nikmat itu berasal dari Allah serta menggunakan nikmat tersebut untuk
mencari ridha Allah swt.
3.
Kepada Siapa Kita Hendaknya Bersyukur
Pada prinsipnya segala bentuk kesyukuran kita harus ditujukan kepada
Allah Swt. sebagaimana Al-Quran memerintahkan
umat Islam untuk bersyukur setelah menyebut beberapa nikmat-Nya:
Artinya: “Karena itu, ingatlah
kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku,
dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku”. (Q.S Al-Baqarah: 152)
Serta dalam surat Al-Baqarah ayat 172:
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami
berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya
kamu menyembah”.
Perhatikan juga firman
Allah berikut:
Artinya: “......dan
sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. hanya kepada- Nyalah kamu akan
dikembalikan”. (Q.S al-Ankabuut: 17)
Serta firman Allah
berikut:
Artinya: “Dan
karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu
beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya
(pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya”. (Q.S al-Qashash: 73)
Selain ayat-ayat di atas masih banyak lagi firman
Allah yang lain, yang menegaskan kepada kita bahwa hanya kepada Allah lah
seharusnya segala bentuk syukur kita ditujukan.
Namun demikian, walaupun kesyukuran
harus ditujukan kepada Allah, dan
ucapan syukur yang diajarkan adalah “Alhamdulillah” dalam arti “segala
puji (hanya) tertuju kepada Allah”, akan tetapi ini bukan berarti bahwa kita dilarang bersyukur (berterima
kasih) kepada mereka yang menjadi perantara kehadiran
nikmat Allah. Al-Quran secara tegas memerintahkan agar mensyukuri
Allah dan mensyukuri kedua orang tua (yang menjadi
perantara kehadiran kita
di pentas dunia ini.) seperti
dalam surat Luqman ayat 14:
Artinya: “Dan Kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah
mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu”.
Walaupun
Al-Quran hanya menyebut
kedua orang tua, selain Allah, yang harus
disyukuri, namun ini bukan berarti bahwa selain
mereka tidak boleh disyukuri. Akan tetapi kita juga diperintahkan untuk
bersyukur (berterima kasih) kepada sesama manusia. Hal ini sesuai dengan sabda
Rasulullah Saw[10]:
وَمَنْ لاَيَشْكُرِ النَّاسَ
لاَيَشْكُرِ اللهَ
“barang siapa yang tidak bersyukur
kepada manusia, berarti ia tidak bersyukur kepada Allah”. (H.R Ahmad dan
Baihaqi)
Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa selain kita harus menisbatkan rasa syukur kita hanya kepada Allah, kita
juga diperintahkan oleh Allah untuk bersyukur (berterima kasih) kepada kedua
orang tua yang telah menjadi perantara kehadiran nikmat Allah berupa kehidupan
ke dunia ini. Selain kepada kedua orang tua, kita juga jangan angkuh dan bodoh.
Walaupun tidak disebutkan secara spesifik tentang bersyukur (berterima kasih)
kepada sesama manusia, tapi kita juga harus berterima kasih kepada siapa saja
(selain kedua orang tua), yang telah menjadi perantara kehadiran nikmat Allah.
Misalnya, bisa jadi kita mendapatkan nikmat itu melalui teman kita, aktivitas
jual beli, bekerja atau yang lainnya, semuanya itu adalah hanyalah perantara
untuk mendapatkan nikmat. Dan kita tetap seharusnya berterima kasih kepada
mereka semua.
4.
Buah dari Syukur dan Kerugian Kufur
Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa manfaat
syukur kembali kepada orang
yang bersyukur, sedang Allah Swt. sama sekali tidak
memperoleh bahkan tidak membutuhkan sedikit
pun dari syukur
makhluk-Nya. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
Artinya: “........dan Barangsiapa
yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri
dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha
Mulia". (Q.S an-Naml: 40)
Serta dalam surat Luqman ayat 12:
Artinya: “Dan Sesungguhnya telah
Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan
Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk
dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
Berdasarkan penjelasan dari ayat di
atas dapat dikatan bahwa sebenarnya semua ungkapan syukur kita kembali dan
membawa kebaikan bagi kita sendiri. Bahkan dengan syukur kita akan mendapatkan pahala
dari Allah. Hal ini seperti diungkapkan oleh Rasulullah saw. dalam salah satu
sabdanya[11]:
عن ابى عبد الله عليه السلام قال : قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم : الطاعم الشكر له من الأجر كأجر الصائم المحتسب.
والمعافى الشكر له من الأجر كأجر المبتلى الصبر. والمعطى الشّكر له من الأجر كأجر
المحروم القانعز
“Dari Abu Abdillah a.s, beliau berkata,
“bahwa Rasulullah saw. bersabda, “orang yang menyantap makanan dengan rasa
syukur, maka dia diberi pahala, seperti orang yang berpuasa menjaga dirinya.
Orang yang sehat yang mensyukuri kesehatannya, maka dia diberi pahala, orang
yang menanggung penderitaan (jasmani)-nya dengan sabar. Dan orang yang
memberikan dengan rasa syukur, maka dia mendapat pahala yang sama dengan orang
yang menanggung kerugian dari menjaga diri”. (H.R Abu
Hurairah dan al-Qudha’i)
Selain itu, apabila kita pandai
bersyukur, maka kita juga akan mendapatkan tambahan nikmat dari Allah swt. Sebagaimana
janji-Nya dalam surat Ibrahim: 7
Artinya: “Dan (ingatlah juga),
tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami
akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka
Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Namun sebaliknya, apabila kita kufur
nikmat maka yang akan kita dapatkan adalah siksaan dari Allah. Baik itu yang
langsung kita terima di dunia, maupun nanti di akhirat.
Disamping membawa dan menambah
nikmat, pahala, serta karunia kepada umat manusia, syukur juga akan menjauhkan
kita dari musibah dan melindungi kita dari siksa-Nya sebagaimana ditegaskan
oleh Allah dalam firman-nya:
Artinya: “Mengapa
Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? dan Allah adalah Maha
Mensyukuri lagi Maha mengetahui”. (Q.S an-Nisaa’: 147)
5.
Hubungan
Syukur dengan Pendidikan
Setidaknya ada
beberapa hal yang menghubungkan antara syukur dengan dunia pendidikan, yaitu:
a.
Mengajarkan
kepada kita untuk pandai berterima kasih kepada Allah dan orang-orang yang
telah banyak berjasa kepada kita, seperti orang tua, guru, teman, dan
lain-lain;
b.
Mengajarkan
kepada kita bahwa semua yang ada pada diri kita, berupa kecerdasan, itu berasal
dari Allah, seharusnya digunakan untuk mendapatkan ridha-Nya;
c.
Mengajarkan
kepada kita untuk mensinergikan antara pengakuan, perkataan, dan perbuatan kita
dengan menggunakan semua nikmat yang Allah berikan sesuai dengan fungsinya; dan
d.
Jangan
bersikap angkuh, congkak, dan sombong terhadap sesama manusia, karena bisa jadi
melalui perantaraan merekalah kita meraih semua nikmat dari Allah swt.
C.
Simpulan
Syukur
(bersyukur) berarti ungkapan rasa terima kasih kepada Allah swt. dengan membuka
atau mengakui bahwa nikmat tersebut berasal dari-Nya. Serta direalisasikan
dalam perbuatan dengan meningkatkan ketaatan kepada Allah, menggunakan nikmat
tersebut sesuai fungsinya, dan berusaha menahan diri dari larangan-Nya.
Syukur dapat
dilakukan dengan cara, syukur dengan hati dengan senantiasa mengingat Allah
swt., syukur dengan lidah dengan menyebut-nyebut dan mengakui bahwa semua
nikmat yang diterima berasal dari Allah dan membiasakan diri menyebut lafadz “Alhamdulillah”,
serta syukur dengan perbuatan anggota badan dengan menempatkan nikmat sesuai
dengan dungsinya, mentaati perintah-Nya, dan berusaha menjauhkan diri dari
melakukan hal-hal yang dilarang-Nya.
Pada
prinsipnya semua ungkapan syukur kita hanya ditujukan kepada Allah semata. Akan
tetapi hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa kita juga diperintahkan oleh
Allah melalui Al-Qur’an dan sabda nabi-Nya untuk bersyukur (berterima kasih)
kepada kedua orang tua dan sesama manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Fachruddin HS dan Irfan Fachruddin.
2001. Pilihan Sabda Rasul (Hadits-hadits Pilihan). Jakarta: Bumi Aksara.
Firdaus AN. 2003. 325 Hadits
Qudsi Pilihan, Jalan Ke Surga. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
Hasan, Ilyas. 1994. 40 Hadits:
Telaah Imam Khomeini Atas Hadits-hadits Mistis dan Akhlak. Bandung: Mizan.
Mudjab Mahalli, Ahmad. 2002. Membangun
Pribadi Muslim. Jogjakarta: Menara Kudus.
Syuhada, Harjan, dkk. 2011. Qur’an
Hadits Madrasah Aliyah kelas XI. Jakarta: Bumi Aksara.
Tebba, Sudirman. 2008. Bekerja
Dengan Hati: Bagaimana Membangun Etos Kerja Dengan Spiritualitas Religius.
Jakarta: Bee Media Indonesia.
Zacky el-Syafa, Ahmad. 2011. Indeks
Lengkap Hadits. Jakarta: Mutiara Media.
SUMBER LAIN:
Quraish Shihab. 2012. Wawasan
Al-Qur’an: Hakikat Syukur (online):
http://media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/Syukur3.html. diakses pada tanggal
27/03/2013. 08:50.
dr. Muhaimin Ashuri. 2011. Memahami Syukur
(online): http://muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/memahami-syukur.html diakses
pada tanggal 27/03/2013. 08:53.
[1]Quraish Shihab.
2012. Wawasan Al-Qur’an: Hakikat Syukur (online):
http://media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/Syukur3.html. diakses pada tanggal
27/03/2013. 08:50.
[2] dr. Muhaimin Ashuri. 2011. Memahami Syukur
(online): http://muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/memahami-syukur.html diakses
pada tanggal 27/03/2013. 08:53.
[3] Ahmad Zacky el-Syafa, Indeks
Lengkap Hadits, Mutiara Media, (Jakarta: 2011), hlm: 570.
[4] Sudirman Tebba, Bekerja
Dengan Hati: Bagaimana Membangun Etos Kerja Dengan Spiritualitas Religius,
Bee Media Indonesia, (Jakarta: 2008), hlm: 87.
[5] Facruddin HS dan Irfan
Fachruddin (penerjemah), Pilihan Sabda Rasul, Bumi Aksara, (Jakarta:
2001), hlm: 11.
[6] Ahmad Mudjib Mahalli, Membangun
Pribadi Muslim, Menara Kudus, (Jogjakarta: 2002), hlm: 116.
[7] Firdaus A.N, 325 Hadits Qudsi
Pilihan: Jalan ke Surga, Pedoman Ilmu Jaya, (Jakarta: 2003), hlm: 77.
[8] Ilyas Hasan (penerjemah), 40
Hadits Telaah Imam Khomeini Atas Hadits-hadits Mistis dan Akhlak, Mizan,
(Bandung: 1994), hlm: 16. Lihat juga dalam Quraish Shihab. 2012. Wawasan
Al-Qur’an: Hakikat Syukur. Lihat juga dalam Ahmad Zacky el-Syafa, Indeks
Lengkap Hadits, Mutiara Media, (Jakarta: 2011), hlm: 570-571.
[9] Harjan Syuhada dkk, Qur’an
Hadits Madrasah Aliyah kelas XI, Bumi Aksara, (Jakarta: 2011), hlm: 10.
[11] Ibid, (Ilyas
Hasan (penerjemah), 40 Hadits Telaah Imam Khomeini Atas Hadits-hadits Mistis
dan Akhlak......), hlm: 21.
Cukup bagus
BalasHapussaya rasa artikel "ARTI DAN KANDUNGAN AL-QUR’AN DAN HADITS TENTANG SYUKUR" sudah sangat jelas dan lengkap,karna di artikel ini sudah sangat jelas penjelasannya.
BalasHapus