Rabu, 18 Juni 2014
no image
  • Title : Pernikahan Wanita Muslimah dengan Laki-laki Non Muslim
  • Author :
  • Date : 03.46
  • Labels :

Pernikahan Wanita Muslimah dengan Laki-laki Non Muslim



 
A.      Pendahuluan
Manusia pada dasarnya diciptkan untuk beribadah kepada Allah. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk melaksanakan tugas kita kepada Allah, belajar adalah salah satu bentuk ibadah kita terhadap Allah. Rasullulllah Saw. pernah bersabda “ Carilah ilmu walau sampai ke negeri Cina “ dari hadits ini bisa kita ambil kesimpulan bahwa kita dituntut untuk selalu belajar. Bentuk lain dari ibadah ialah menikah. Namun menikah bukanlah hal yang mudah, kita harus selektif dalam memilih pasangan karena ia adalah imam yang akan dijadikan dalam sebuah bahtera rumah tangga, memilih pasangan sebaiknya yang satu aqidah.
Tetapi pada prakteknya di Indonesia banyak sekali terjadi pernikahan yang beda agama, masalah tersebut menjadi suatu masalah bagi umat Islam itu sendiri, karena pada dasarnya Islam melarang perkawinan yang berbeda aqidah, karena pernikahan tersebut tidak akan menjadi suatu kebahagiaan. Pernikahan yang bahagia adalah pernikahan yang di dalamnya terdapat visi dan misi yang sama. Bagaimana mungkin pernikahan yang tidak satu aqidah mempunyai tujuan yang sama, ujuan akhir dari suatu kehidupan adalah menemui Allah Swt, apabila aqidah mereka berbeda apa yang akan terjadi ?
Untuk itu, menentukan pasangan adalah hal yang nomor satu yang harus menjadi pertimbangan, dalam Islam laki-laki muslim diperbolehkan menikah dengan wanita non muslim dengan syarat wanita tersebut haruslah seorang ahli kitab. Islam membolehkan tentu saja dengan berbagai pertimbangan, laki-laki adalah pemimpin dalam keluarga. Hal inilah yang menjadikan bolehnya laki-laki muslim menikahi wanita non muslim, diharapkan dengan adanya pernikahan ini, akan menjadikan wanita mengikuti agamanya. Namun apa jadinya jika wanita yang menikah dengan laki-laki non muslim? Bagaimana Islam dan hukum perundangan beserta kompilasi hukum Islam memandang hal tersebut ?
Makalah ini akan membahas masalah pernikahan wanita muslim dengan laki-laki non muslim dan apa itu yag dimmaksud dengan non muslim ?
    
B.       Pembahasan
1.         Pengertian Non-Muslim di dalam Islam
Sebelum kita membahas tentang pernikahan beda Agama, sebaiknya kita perlu mengetahui tentang perngertian non-muslim didalam agama Islam. Golongan non-muslim sendiri dapat dibagi menjadi dua  yaitu:
a.         Golongan Orang Musyrik 
Menurut Kitab Rowaa’iul Bayyan tafsir Ayyah Arkam juz 1 halaman 282 karya As Syech Muhammad Ali S Shobuni, Orang musrik ialah orang orang yang telah berani menyekutukan Allah Swt dengan makhluk-Nya (penyembahan patung ,berhala dsb).
b.        Golongan Ahli Kitab
Menurut Kitab Rowaa’iul Bayyan tafsir Ayyah Arkam juz 1 As Syekh Muhammad Ali As Shobuni, Ahli Kitab adalah mereka yang berpegang teguh pada Kitab Taurat yaitu agama NabiMusa As,atau mereka yang berpegang teguh pada Kitab Injil agama Nabi Isa atau banyak pula yang menyebut sebagai agama samawi atau agama yang diturunkan langsung dari langit yaitu Yahudi dan Nasrani.Mengenai istilah Ahli Kitab ini,terdapat perbedaan pendapat diantara kalangan Ulama’berpendapat bahwa mereka semua kaum  Nasrani termasuk yang tinggal di Indonesia ialah termasuk Ahli Kitab. Namun ada juga yang berpendapat bahwa Ahli Kitab ialah mereka yang nasabnya (menurut silsilah sejak nenek moyangnya terdahulu) ketika diturunkan sudah memeluk agama nasrani di Indonesia berdasarkan pendapat sebagian ulama’ tidak termasuk Ahli Kitab.

2.         Hukum Pernikahan Wanita Muslimah dengan Laki-Laki non Muslim
MUI dalam Musyawarah Nasional II tanggal 11-17 Rajab 1400 H/26 Mei-1 Juni 1980 telah memfatwakan: (1) Perkawinan wanita muslimah dengan laki-laki non muslim adalah haram hukumnya (2) seorang laki-laki muslim diharamkan mengawini wanita bukan muslim. Tentang perkawinan antara laki-laki muslim dengan wanita Ahlu al-Kitab terdapat perbedaan pendapat. Setelah mempertimbangkan bahwa masfsadahnya lebih besar dari pada maslahatnya, MUI memfatwakan perkawinan tersebut hukumnya haram.
Berdasarkan fatwa MUI tentang perkawinan Beda Agama hukumnya adalah haram dan tidak sah.[1] Baik menikah dengan pria Ahli Kitab maupun dengan seorang pria musrik. Hal ini dikhawatirkan wanita yang telah menikah dengan pria non-muslim tidak dapat menahan godaan yang akan datangkepadanya.Seperti halnya wanita tersebut tidak dapat menolak permintaan sang suami yang mungkin bertentangan dengan syariat Islam, atau wanita itu tidak dapat menahan godaan yangdatang dari lingkungan suami yang tidak seiman yang mungkin cenderung lebih dominan.
Dalil naqli pernyataan tentang haramnya pernikahan seorang wanita muslimah dengan pria non-muslim adalah Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5 :
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi.
Ayat di atas dengan jelas menyatakan bahwa Allah Swt hanya memperbolehkan pernikahan seorang pria muslim dengan wanita Ahli Kitab tidak sebaliknya. Seandainya pernikahan ini diperbolehkan ,maka Allah Swt pasti akan menegaskannya di dalam Al-Quran. Karenanya, berdasarkan mahfum al-mukhalafah, secara implisit Allah SWT melarang pernikahan tersebut.
Menurut Masjfuk, hikmah dari larangan ini adalah karena dikhawatirkan wanita Islam itu kehilangan kebebasan beragama dan menjalankan ajaran-ajaran agama suaminya, kemudian terseret kepada agama suaminya (non-Muslim). Demikian pula anak-anak yang lahir dari perkawinannya dikhawatirkan pula mereka akan mengikuti agama bapaknya, karena bapak sebagai kepala keluarga, terhadap anak-anak melebihi ibunya.
Dalam hal ini Masjfuk menambahkan, fakta-fakta sejarah menunjukkan bahwa tiada sesuatu agama dan sesuatu ideologi di muka bumi ini yang memberikan kebebasan beragama, dan bersikap toleran terhadap agama/kepercayaan lain, seperta agama Islam. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 120 :
 “Orang Yahudi dan Kristen tidak akan senang kepada kamu, hingga kamu mengikuti agama mereka”.
Dan Allah berfirman surat An Nisa ayat 141 yang artinya :
 Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk melenyapkan orang-orang yang beriman”.
Firman tersebut mengingatkan kepada umat Islam hendaknya selalu berhati-hati dan waspada terhadap tipu muslihat orang-orang kafir termasuk Yahudi dan Kristen, yang selalu berusaha melenyapkan Islam dan umat Islam dengan berbagai cara, dan hendaklah umat Islam tidak memberi jalan/kesempatan pada meraka untuk mencapai maksudnya, misalnya dengan jalan perkawinan muslimah dengan pria non Muslim.
Sedangkan menurut hukum di Indonesia, berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 dan Keputusan Menteri Agama Nomor 154 tahun 1991 keluarlah Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menjadi hukum positif unikatif bagi seluruh umat Islam di Indonesia dan menjadi pedoman para hakim di lembaga peradilan agamadan menjalankan tugas mengadili perkara perkara dalam bidang perkawinan, kewarisan dan perwakafan.Apabila dilihat berdasarkan Kompilasi Hukum Islam pasal 40 ayat (c) yang bunyinya “ Dilarang perkawinan antara seorang wanita beragama Islamdengan seorang pria tidak beragama Islam”.
Larangan perkawinan tersebut oleh Kompilasi Hukum Islam mempunyai alasan yang cukup kuat, yakni:
a.         Dari segi hukum positif bisa dikemukakan dasar hukumnya antara lain, ialah pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan  "tidak ada perkawinan di luar hukum agamanya dan kepercayaannya itu".
b.        Dari segi hukum Islam dapat disebutkan dalil-dalilnya sebagai berikut:
سَدُّ الذَّرِيْعَةِ  artinya sebagai tindakan preventif untuk mencegah terjadinya kemurtadan dan kehancuran rumah tangga akibat perkawinan antara orang Islam dengan non Islam.
c.         Kaidah Fiqh دَرْءُ اْلمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ اْلمَصَالِحِ  artinya, mencegah/menghindari mafsadah/mudharat atau resiko, dalam hal ini berupa kemurtadan dan broken home itu harus didahulukan/diutamakan daripada upaya mencari/menariknya ke dalam Islam (Islamisasi) suami/istri, anak-anak keturunannya nanti dan keluarga besar dari masing-masing suami istri yang berbeda agama itu.
d.        Pada prinspnya agama Islam melarang (haram) perkawinan antara seorang beragama Islam dengan seorang yang tidak beragama Islam sebagaimana Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 221 :[2]
 “ dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran” .
Sedangkan izin kawin seorang pria Muslim dengan seorang wanita dari Ahli Kitab (Nasrani/Yahudi) ada pada surat Al-Maidah ayat 5 hanyalah dispensasi bersyarat yakni kualitas iman dan Islam pria Muslim tersebut haruslah cukup baik. Karena perkawinan tersebut mengandung resiko yang sangat tinggi bagi rumah tangganya nanti. Karena itu pemerintah berhak membuat peraturan yang melarang perkawinan antara seorang yang beragama Muslim (pria/wanita) dengan seorang yang tidak beragama Islam (pria/wanita) apapun agamanya yang juga didukung oleh Kompilasi Hukum Islam pasal 50 ayat (c) dan pasal 4.
Dan Allah berfirman dalam surat Al-mujadilah ayat 22 :
kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.[3]
Dengan demikian, ayat di atas mengisyaratkan kepada kita semua, bahwasannya menikah dengan seseorang yang berlainan aqidah, tidak dibenarkan, karena dikawatirkan di dalam pernikahannya tidak adanya kasih sayang di dalamnya, menikah sebaiknya dengan dengan seseorang yang sekufu, sebagaimana Rosulullah sabda Saw. Menikah adalah hal yang tidak mudah untuk dilakukan, karena banyak hal yang harus dipertimbangkan, salah satunya adalah calon imam dalam sebuah rumah tangga. Nabi Muhammad Saw bersabda tentang beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan dalam menentukan pasangan :
عن أبي هريرة رضى الله عنه قال عن النبى صلى الله عليه و سلم قال : تَنْكِحُ الْمَرْأَةُ لآَرْبَعٍ, لِمَا لِهَا, وَلِنَسَبِهَا , وَلِجَمَلِهَا, وَلِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ (رواه البخاري في كتاب النكاح)

“Dari Abi Hurairah R.A. Berkata, Rasulullah S.A.W  bersabda : " wanita itu boleh dinikahi karena empat hal : karena hartanya, karena asal-usul (keturunan )nya, karena kecantikannya, karena agamanya. Maka hendaklah kamu berpegang teguh (dengan perempuan) yang memeluk agama Islam, (jika tidak), akan binasalah kedua tangan-mu (Hadits riwayat  Bukhari di dalam kitab Nikah)[4].

C.    Simpulan
Di dalam Islam, orang-oran non Islam terbagi menjadi dua bagian yaitu orang-orang musyrik dan golongan ahli kitab. Sedangkan dalam islam pernikahan wanita muslimah dengan laki-laki non muslim adalah haram.
Beberapa pendapat mengenai hokum pernikakan wanita muslimah dengan laki-laki non muslim : Majelis Ulama Indonesia telah mengharamkan pernikahan wanita muslimah dengan laki-laki non muslim ialah haram karena kemaslahatannya lebih besar dari pada kemaslahatan-nya.
Menurut hukum di Indonesia, berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 dan Keputusan Menteri Agama Nomor 154 tahun 1991 keluarlah Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 40 ayat (c) yang bunyinya “ Dilarang perkawinan antara seorang wanita beragama Islamdengan seorang pria tidak beragama Islam”.

DAFTAR PUSTAKA
Amir, Syarifuddin, 2007. Hukum Perkawinan di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat danUndang Undang Perkawinan , Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Mu’in, Ma’ruf  dkk, 2011. Himpunan Fatwa MUI sejak 1975, Jakarta :  Erlangga.
Muta’al al-Jabri, Abdul, 2003. Apa Bahayanya Menikah dengan Wanita Muslimah Tinjauan Fiqih dan Politik, Jakarta : Gema Insani.

Zuhdi, Masjfuk, 1991. Masa’il Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, Jakarta : CV Haji Masagung.



[1] Ma’ruf Mu’in dkk, Himpunan Fatwa MUI sejak 1975, ( Jakarta:  Erlangga,2011), hlm.481
[2] Abdul Muta’al al-Jabri, Apa Bahayanya Menikah dengan Wanita Muslimah Tinjauan Fiqih dan Politik, (Jakarta: Gema Insani,2003), hlm.21.
[3] Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Isyhaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir jilid 9,
[4] Op.Cit, Ma’ruf Mu’in dkk,  hlm.481

0 komentar:

Posting Komentar