Jumat, 13 Juni 2014
no image
  • Title : PERNIKAHAN SIRRI DI INDONESIA MENURUT PANDANGAN ISLAM
  • Author :
  • Date : 03.01
  • Labels :

PERNIKAHAN SIRRI DI INDONESIA MENURUT PANDANGAN ISLAM

       A.      Pendahuluan
Pernikahan merupakan suatu ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan yang terinstitusi dalam satu lembaga yang kokoh, dan diakui baik secara agama maupun secara hukum. Al Qu’an, secara normatif banyak menganjurkan manusia untuk hidup berpasang-pasangan yang bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang bahagia dan tentram. Berkaitan dengan status perkawinan, Al Qur’an juga menyebut dalam surat An-Nisa (4): 21, bahwa perkawinan sebagai mitsaqan galidhan, yakni sebuah ikatan yang kokoh.
Dalam kenyataannya, praktik perkawinan yang terjadi di lingkungan masyarakat tidak sepenuhnya mengacu kepada Undang-undang. Beberapa proses perkawinan mengacu kepada lembaga keagamaan masing-masing. Fakta ini harus diakui karena pengakuan Negara terhadap pluralisme hukum tidak bisa diabaikan. Konsekuensinya, pilihan hukum dalam bidang keluarga cenderung diserahkan sebagai kewenangan pribadi.
Sebagai contoh, kasus nikah sirri adalah pilihan hukum yang didasarkan kepada konteks agama, yang penekanan esensinya tidak sekedar hubungan hukum saja, tapi lebih kepada faktor konsekuensi pengamalan ibadah kepada Allah Swt. Fenomena yang terjadi, Pencatatan nikah merupakan salah satu yang harus dipenuhi dalam hal anjuran pemerintah, ulil amri, yang dalam hal ini mencakup urusan duniawi. Sementara beberapa kalangan masyarakat muslim, lebih memandang bahwa keabsahan dari sisi agama, lebih penting karena mengandung unsur ukhrawi yang lebih menentramkan, sementara sisi duniawi tadi adalah unsur pelengkap yang bisa dilakukan setelah unsur utama terpenuhi. Dari sinilah kemudian kasus nikah siri atau nikah dibawah tangan merebak menjadi fenomena tersendiri di Indonesia.

B.       Pembahasan
1.         Pengertian Pernikahan Sirri
Dalam salah satu kitab karangan Imam Malik al-Mudawwanah, yang diterjemahkan oleh Muhammad Sahnun bin Sa’id at-Tanukhi, menjelaskan bahwa nikah sirri adalah nikah yang secara sengaja dirahasiakan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam pernikahan tersebut.[1]
Sedangkan definisi nikah sirri dalam pengertian yurids di Indonesia adalah pernikahan yang dilakukan secara syar’i (konteks fiqh) dengan diketahui orang banyak, namun tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama. Oleh karena itu, yang membedakan antara nikah sirri dan bukan adalah Akta Nikah sebagai bukti adanya pernikahan.[2]
Adapun pengertian pernikahan siri yang sering diartikan oleh masyarakat umum terbagi menjadi tiga, yaitu:[3]
a)        Pernikahan tanpa wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju, atau karena menganggap absah pernikahan tanpa wali, atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat;
b)        Pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara. Banyak alasan yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara. Ada yang karena alasan biaya, ada pula yang disebabkan karena takut ketahuan melanggar aturan yang melarang pegawai negeri karena nikah lebih dari satu dan alasan lainnya;
c)        Pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu. Misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri, atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digaris bawahi bahwa nikah sirri adalah pernikahan yang dilakukan secara syar’i, namun dengan sengaja dirahasiakan oleh pihak-pihak yang terlibat di dalamnya dengan berbagai alasan pembenaran untuk melakukannya.

2.         Faktor yang Melatarbelakangi Terjadinya Pernikahan Sirri di Indonesia
Syukri Fathudin AW dan Vita Fitria, berdasarkan hasil penelitiannya menjelaskan bahwa beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya pernikahan sirri antara lain adalah sebagai berikut:[4]
a)        Nikah sirri dilakukan karena hubungan yang tidak direstui oleh kedua orang tua pihak atau salah satu pihak. Misalnya orang tua kedua pihak atau salah satu pihak berniat menjodohkan anaknya dengan pilihan mereka;
b)        Nikah sirri dilakukan karena adanya hubungan terlarang, misalnya salah satu atau kedua pihak sebelumnya pernah menikah secara resmi dan telah mempunyai istri atau suami yang resmi, tapi ingin menikah lagi dengan orang lain;
c)        Nikah sirri dilakukan dengan alasan seseorang merasa sudah tidak bahagia dengan pasangannya, sehingga timbul niat untuk mencari pasangan lain;
d)       Nikah sirri dilakukan dengan dalih untuk menghindari dosa karena zina;
e)        Nikah sirri dilakukan karena pasangan merasa belum siap secara materi dan sosial;
f)         Nikah sirri sering ditempatkan menjadi sebuah pilihan ketika seseorang hendak berpoligami sengan sejumlah alasan tersendiri;
g)        Nikah sirri dilakukan karena pasangan memang tidak tahu dan tidak mau tahu prosedur hukum;
h)        Nikah sirri dilakukan hanya untuk penjajakan dan menghalalkan hubungan badan saja. Bila setelah menikah ternyata tidak ada kecocokan maka akan mudah menceraikannya tanpa harus melewati prosedur yang berbelit-belit dalam persidanga;
i)          Nikah sirri dilakukan untuk menghindari beban biaya dan prosedur administrasi yang berbelit-belit; dan
j)          Nikah sirri dilakukan karena alasan beda agama.
Sedangkan Masnun Tahir (2011), menyebutkan bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya praktik pernikahan sirri, terutama di Indonnesia, antara lain adalah sebagai beikut:[5]
a)        Persoalan ekonomi, pelaku nikah sirri sebagian besar memiliki latar belakang ekonomi menengah ke bawah. Sehingga mereka beralasan melakukan nikah sirri karena biaya yang mahal jika mau melakukan pencatatan pernikahan di KUA maupun catatan sipil dan untuk melakukan pesta atau hajatan;
b)        Persoalan pendidikan, pelaku nikah sirri kebanyakan memiliki latar belakang pendidikan rendah, sehingga pengetahuan mereka tentang perjanjian yang ada dalam pernikahan harus diwujudkan dalam “hitam di atas putih” sangat terbatas;
c)        Persoalan agama, cara pemahaman terhadap agama dan penafsiran terhadap teks-teks hadits tentang pernikahan yang kurang tepat;
d)       Persoalan membudayanya nikah sirri yang kemudian menjadi pendorong tersendiri terhadap maraknya perilaku nikah sirri. Hal ini terjadi karena pengaruh dari penafsiran agama yang kurang tepat, yang pada akhirnya menjadi kultur masyarakat yang dianggap tidak bermasalah; dan
e)        Adanya pluralisme hukum dalam tradisi hukum Indonesia yaitu hukum adat pribumi, hukum Islam, dan hukum sipil.

3.         Hukum Pernikahan Sirri Dalam Pandangan Islam
Secara umum dalam kaidah fiqh nikah sirri adalah sah jika terpenuhi dari segi rukun dan syaratnya. Hal ini sesuai dengan yang dimuat dalam Kompelasi Hukum Islam Pasal 4, pernikahan adalah sah apabila dilakuka menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.[6]
Namun terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama’. Golongan ulama konservatif-klasik mengatakan bahwa nikah sirri adalah sah. Selama sesuai dengan aturan agama Islam, yakni terpenuhinya syarat dan rukun nikah. Sedangkan golongan ulama kontemporer-modern mengatakan bahwa nikah sirri tidak sah dan termasuk perbuatan ynag tida etis. Pasalnya, kebanyakan dari pelaku nikah sirri tidak memenuhi hak-haknya atau tidak memenuhi kewajibannya sebagai suami sebagaimana mestinya. Begitu juga, hal ini akan merugikan pihak perempuan sebagai Istri yang dimata hukum memperoleh perlakuan yang sama dan seimbang.[7]
Adapun hukum nikah sirri dalam pandangan Islam menurut pendapat ulama Hizbut Tahrir Indonesia dapat digolongkan berdasarkan tiga pengertian nikah sirri yang dipahami oleh masyarakat umum, yaitu:[8]
a.         Pernikahan Tanpa Wali
Adapun mengenai pernikahan tanpa wali; sesungguhnya Islam telah melarang seorang wanita menikah tanpa wali. Ketentuan semacam ini didasarkan pada sebuah hadits yang dituturkan dari sahabat Abu Musa ra; bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
لا نكاح إلا بولي
“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali.” [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy, lihat, Imam Asy Syaukani, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2648].
Kata ”laa” pada hadits menunjukkan pengertian ‘tidak sah’, bukan sekedar ’tidak sempurna’ sebagaimana pendapat sebagian ahli fikih. Makna semacam ini dipertegas dan diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw pernah bersabda:
أيما امرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل, فنكاحها باطل , فنكاحها باطل
“Wanita mana pun yang menikah tanpa mendapat izin walinya, maka pernikahannya batil; pernikahannya batil; pernikahannya batil”. [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy. Lihat, Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2649]
Abu Hurairah ra juga meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
لا تزوج المرأة المرأة لا تزوج نفسها فإن الزانية هي التي تزوج نفسها
”Seorang wanita tidak boleh menikahkan wanita lainnya. Seorang wanita juga tidak berhak menikahkan dirinya sendiri. Sebab, sesungguhnya wanita pezina itu adalah (seorang wanita) yang menikahkan dirinya sendiri”. (HR Ibn Majah dan Ad Daruquthniy. Lihat, Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 231 hadits ke 2649)
Berdasarkan hadits-hadits di atas dapatlah disimpulkan bahwa pernikahan tanpa wali adalah pernikahan batil. Pelakunya telah melakukan maksiyat kepada Allah swt, dan berhak mendapatkan sanksi di dunia. Hanya saja, syariat belum menetapkan bentuk dan kadar sanksi bagi orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tanpa wali. Oleh karena itu, kasus pernikahan tanpa wali dimasukkan ke dalam bab ta’zir, dan keputusan mengenai bentuk dan kadar sanksinya diserahkan sepenuhnya kepada seorang qadliy (hakim). Seorang hakim boleh menetapkan sanksi penjara, pengasingan, dan lain sebagainya kepada pelaku pernikahan tanpa wali.
b.        Pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara (catatan sipil atau KUA)
Adapun fakta pernikahan yang sah menurut ketentuan syariat namun tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil; sesungguhnya ada dua hukum yang harus dikaji secara berbeda; yakni (1) hukum pernikahannya; dan (2) hukum tidak mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara.
Dari aspek pernikahannya, nikah siri tetap sah menurut ketentuan syariat, dan pelakunya tidak boleh dianggap melakukan tindak kemaksiyatan, sehingga berhak dijatuhi sanksi hukum. Pasalnya, suatu perbuatan baru dianggap kemaksiyatan dan berhak dijatuhi sanksi di dunia dan di akherat, ketika perbuatan tersebut terkategori ”mengerjakan yang haram” dan ”meninggalkan yang wajib”. Seseorang baru absah dinyatakan melakukan kemaksiyatan ketika ia telah mengerjakan perbuatan yang haram, atau meninggalkan kewajiban yang telah ditetapkan oleh syariat.
Begitu pula orang yang meninggalkan atau mengerjakan perbuatan-perbuatan yang berhukum sunnah, mubah, dan makruh, maka orang tersebut tidak boleh dinyatakan telah melakukan kemaksiyatan; sehingga berhak mendapatkan sanksi di dunia maupun di akherat. Untuk itu, seorang qadliy tidak boleh menjatuhkan sanksi kepada orang-orang yang meninggalkan perbuatan sunnah, dan mubah; atau mengerjakan perbuatan mubah atau makruh.
Seseorang baru berhak dijatuhi sanksi hukum di dunia ketika orang tersebut; pertama, meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan sholat, jihad, dan lain sebagainya; kedua, mengerjakan tindak haram, seperti minum khamer dan mencaci Rasul saw, dan lain sebagainya; ketiga, melanggar aturan-aturan administrasi negara, seperti melanggar peraturan lalu lintas, perijinan mendirikan bangunan, dan aturan-aturan lain yang telah ditetapkan oleh negara.
Berdasarkan keterangan dapat disimpulkan; pernikahan yang tidak dicatatkan di lembaga pencatatan negara tidak boleh dianggap sebagai tindakan kriminal sehingga pelakunya berhak mendapatkan dosa dan sanksi di dunia. Pasalnya, pernikahan yang ia lakukan telah memenuhi rukun-rukun pernikahan yang digariskan oleh Allah swt. Adapun rukun-rukun pernikahan adalah sebagai berikut; (1) wali, (2) dua orang saksi, dan (3) ijab qabul. Jika tiga hal ini telah dipenuhi, maka pernikahan seseorang dianggap sah secara syariat walaupun tidak dicatatkan dalam pencatatan sipil.
c.         Pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu
Terdapat tiga hadis yang terkait dengan larangan terhadap nikah sirri (dirahasiakan), yakni:
pertama, anjuran Nabi SAW agar mengumumkan pernikahan:
“umumkan pernikahan dan pukullah rebana”.
kedua, ketidak sukaan Nabi merahasiakan pernikahan:
“dari Hasan bahwasannya Nabi SAW membenci nikah yang dirahasiakan”.
ketiga, anjuran nabi agar mengadakan walimah (perayaan pernikahan):
اَوْلِمْ وَلَوْبِشَاةٍ
“ adakan walimah walaupun dengan seekor kambing”.(HR. Bukhari dan Muslim)
Dari beberapa petunjuk hukum diatas maka dapat dipahami bahwa Nabi Saw. tidak menyukai pernikahan secara sirri (tersembunyi), meski pada masa Nabi dan periode awal Islam pencatatan sebagai bukti tertulis suatu pernikahan memang belum dilakukan. Hal ini bisa di maklum karena pada waktu itu sarana alat tulis, kemampuan tulis menulis sangat terbatas, tradisi tulisan belum berkembang di masyarakat. Dan pada saat itu keberadaan Nabi sebagai imam dan khalifah dirasa telah cukup menjadi penentu sah atau tidaknya suatu pernikahhan sehingga pencatatan suatu pernikahan belum dibutuhkan. Munculnya hadis Nabi yang menyuruh untuk mengumumkan perkawinan, adalah dilatarbelakangi oleh diadakannya semacam hiburan untuk mengumumkan perkawinan dan tindakan seperti ini di setujui oleh Nabi.

C.      Simpulan
Pernikahan sirri dapat diartikan sebagai pernikahan yang sah secara agama akan tetapi sengaja dirahasiakan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam pernikahan tersebut.
Beberapa faktor yang turut melatarbelakangi maraknya nikah sirri di Indonesia di antaranya ialah: faktor ekonomi, faktor pendidikan, faktor agama, faktor budaya, dan faktor adanya pluralisme hukum dalam hukum di Indonesia.
Secara umum dalam kaidah fiqh nikah sirri adalah sah jika terpenuhi dari segi rukun dan syaratnya. Namun terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama’. Golongan ulama konservatif-klasik mengatakan bahwa nikah sirri adalah sah. Selama sesuai dengan aturan agama Islam, yakni terpenuhinya syarat dan rukun nikah. Sedangkan golongan ulama kontemporer-modern mengatakan bahwa nikah sirri tidak sah dan termasuk perbuatan ynag tida etis. Pasalnya, kebanyakan dari pelaku nikah sirri tidak memenuhi hak-haknya atau tidak memenuhi kewajibannya sebagai suami sebagaimana mestinya. Begitu juga, hal ini akan merugikan pihak perempuan sebagai Istri yang dimata hukum memperoleh perlakuan yang sama dan seimbang.


DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Syaiful dkk. 2008. Antologi Pemikiran Hukum Islam di Indonesia. Yogyakarta: Fakultas Syari’ah.
Departemen Agama RI. 1999/2000. Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta.
Fathudin AW, Syukri dan Vita Fitria. 2009. Problematika Nikah Sirri dan Akibat Hukumnya bagi Perempuan. Yogyakarta: Jurnal Hasil Penelitian Agama UIN Sunan Kalijaga.
Sodiq, Mochamad (ed). 2004. Telaah Ulang Wacana Seksualitas. Yogyakarta: PSW UIN Sunan Kalijaga.
Tahir, Masnun. 2011. Meredam Kemelut Kontroversi Nikah Sirri. Yogyakarta: Jurnal Al-Mawarid.

SUMBER LAIN:
Ma’ruf, Farid (Hizbut Tahrir Indonesia). 2009. Hukum Islam Tentang Nikah Siri. Website: http://konsultasi.wordpress.com/2009/03/14/hukum-islam-tentang-nikah-siri/html.com diakses pada 01/04/2014. 20.11.
Tabrani, Imam. http://syariah.uin-malang.ac.id/index.php/113-skripsi-al-ahwal-al-syakhshiyyah/515-nikah-sirri-perspektif-tuan-guru-di-kota-banjarmasin-kalimantan-selatan. diakses pada 07/04/2014. 22:48.


[1] Syaiful Anwar dkk, Antologi Pemikiran Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Fakultas Syari’ah, 2008), hlm. 133.
[2] Mochamad Sodiq (ed), Telaah Ulang Wacana Seksualitas, (Yogyakarta: PSW UIN SuKa, 2004), hlm. 258.
[3] Farid Ma’ruf (Hizbut Tahrir Indonesia), Hukum Islam Tentang Nikah Siri, 2009, Website: http://konsultasi.wordpress.com/2009/03/14/hukum-islam-tentang-nikah-siri/html.com diakses pada 01/04/2014. 20.11.
[4] Syukri Fathudin AW dan Vita Fitria, Problematika Nikah Sirri dan Akibat Hukumnya bagi Perempuan, (Yogyakarta, Jurnal Hasil Penelitian Agama UIN Sunan Kalijaga, 2009), hlm. 26-28.
[5] Masnun Tahir, Meredam Kemelut Kontroversi Nikah Sirri, (Yogyakarta, Jurnal Al-Mawarid Vol. XI, no. 2, 2011), hlm. 132-134.
[6] Departemen Agama RI Tahun 1999/2000, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta.
[7]Imam Tabrani. http://syariah.uin-malang.ac.id/index.php/113-skripsi-al-ahwal-al-syakhshiyyah/515-nikah-sirri-perspektif-tuan-guru-di-kota-banjarmasin-kalimantan-selatan. diakses pada 07/04/2014. 22:48.
[8] Ibid, Farid Ma’ruf (Hizbut Tahrir Indonesia), Hukum Islam Tentang Nikah Siri,

1 komentar:

  1. Halo semua,
    Nama saya nur syarah kota Bogor di Indonesia, saya ingin menggunakan media ini untuk memberi saran kepada semua orang untuk berhati-hati dalam mendapatkan pinjaman di sini, sehingga banyak kreditur pinjaman di sini adalah scammers dan mereka hanya di sini untuk menipu Anda dari uang Anda. , Saya mengajukan pinjaman sekitar 150 juta dari seorang wanita di Filipina dan saya kehilangan sekitar 10 juta tanpa mengeluarkan pinjaman, mereka berkali-kali meminta bayaran, saya membayar hampir 10 juta uang jadi saya tidak mendapat pinjaman, disana Saya menunjukkan kepada saya sekitar 2 kali dari dua wanita yang berbeda di Filipina, saya harap saya akan bertemu dengan orang yang tepat, tapi ternyata tidak.

    Tuhan menjadi kemuliaan, saya bertemu dengan seorang teman yang baru saja mengajukan pinjaman, dan dia mendapat pinjaman tanpa tekanan, jadi dia mengenalkan saya kepada Mrs. Margaret pedro, CEO Margaret, perusahaan pinjaman pedro, dan saya mengajukan 420 juta, saya Anggap itu adalah lelucon dan kecurangan, tapi saya mendapat pinjaman saya dalam waktu kurang dari 24 jam hanya 2% tanpa agunan. Saya sangat senang karena saya selamat dari kemiskinan.

    Jadi saya saran semua orang di sini yang membutuhkan pinjaman untuk dihubungi
    Mrs Margaret pedro melalui email: margaretpedroloancompany@gmail.com

    Anda masih bisa menghubungi saya jika Anda memerlukan informasi lebih lanjut melalui email: nursyarah36@gmail.com

    Sekali lagi terima kasih untuk membaca kesaksian saya, dan semoga Tuhan terus memberkati kita semua dan memberi kita umur panjang dan kemakmuran

    BalasHapus